Jumat, 21 Oktober 2011 - 0 komentar

semesta kita: satu


mari sini, engkau yang kunamai kekasih. gubahkan aku puisi tentang syair-syair biru. tentang rinduku yang merenda warna bunga dari suntingan sayap kupu-kupu. guratkan rasamu di dinding kenang, biar kujamu seluruh bait-bait mu di atas altar pemujaan.

sudah kugubah senja menjadi puisi. bait-bait rindu lelaki sepi. apatah lagi yang kau cari duhai bidadari yang gelisah di atas batu?

apakah bait tentang indah bunga di taman? bahkan kaulah bunga itu. barangkali tentang sinar bulan saat ia purnama? bahkan kubangunkan kota di atasnya. lupakah? Atilan, kota kita di bulan. tempat bintang berpendar merah. atau bait-bait hujan kah? aih, wajahmu telah pula kulukis dengan senyum awan. tempat hujan diberkati dalam do'a para dewa.

kau tahu, bahkan sesayap biru kupu-kupu tetap mengepak di bawah rinaimu yang belati itu. walau akhirnya koyak dan tercabik sayapnya. mengonggok bersama debu di sudut siang yang jalang. sayap-sayap biru bertahap menjadi hitam.

kupu-kupu itu kini menjelma kepompong, pada biru resahnya gundah saat kau melupa. tapi ia selalu kembali, untukmu.

: lalu recik rinaimu untukku, masihkah membiru?

engkau yang menelusuri jejak pada puisi, pada bait-bait dan keteguhan hati. lelaki yang menulis dengan rindunya. demikian kubaca pada tiap alun dan indah syairmu.

aku, yang sering diam. di perih rindu, di kelam rasa. dan nyanyian sebagai gerimis, serupa tangis. hingga engkau menyapaku..

serindu-rindu hujan menanti harumnya, menebar tebar gegenang rasamu. serindu-rindu hujan menemu yang di rindu. lalu menemu ditatapmu. dalam merah juga biru tentangmu dan aku. dalam recik rinaiku yang syahdu.

maka izinkan kujawab tanyamu itu, tuan..
kemana rindu ini berlabuh?
: padamu, aku menuju.

tentu saja aku tempatmu menuju. kau hujan sedang aku bumi. lalu di ruang mana lagi hujan dapat merinai jika laut, gegunung dan lembah adalah aku?

sedang rinduku puan, seperti kegelapan yang selalu ada di antara bayang dan jiwa. adalah kau, penjaga bintang yang bercahaya. hingga kunamakan kau, kegelapan yang bercahaya. ahai, rinduku sayang menjelma konte sedang selembar hatiku menjadi kanvasnya. sketsa senyum awan merekah di sana. senyummu. ya! lembut senyummu.

o puan pemuja rindu, bikin itu sketsa punya warna. biru dan merah pada gambar senyum awan yang menyabit

tapi katamu ada rindu lama yang tergenang. menyisa pedih pilu dari masa yang lalu. aih, kubur saja kisah sendu. taburi bunga di atasnya. agar harumnya terkenang dalam kulum senyum yang mengembang. bukan malah membuka luka jiwa untuk meregang.

hei, kenapa tidak kau teguk saja madu yang kutuangkan untukmu. bukankah di dasar gelasnya dapat kau eja namamu?

ya, aku hujan. yang kau tasbihkan di lidahmu. adalah aku, bidadari hujan yang merinai di malam hari. bening dalam hening. luput dari senyum culas mentari. ada melati juga belati pada tiap-tiap recik rintikku. adalah aku, bidadari yang memanggil-panggil rerindu 'tuk datang. sedang tajam ujung belati siap mengoyak rapuh para tetamu. dan kau bumi, menggenang rasa dan rinduku dengan seluruhmu. aku luruh.

ingatan demikian biru. seperti langit, seperti laut. seperti rindu dari masa lalu. ah, ingin kuhapus segala silam, seputih kenang. di sudut mata, airmata. menggenang, mencurah dalam rindu. beku dalam waktu. lalu jemariku mengusap duka tertulis, menyekar melati di atas nisan kenangan. haru.

ya, boleh aku melupa..
mari mabuk dalam jamuan aksara di altar persembahan rasa yang kau dan aku tuang dari bait dan syair tentang merah juga biru.

mari lena atas nama rindu.

ya. atas nama rindu kucacah lisanku dengan belati. agar ia dapat mengeja gurat namamu di tanah batu. bahkan dengan rindu seperti ini, dapat kubaui aroma kayu yang bercampur harum rindumu itu. seperti wangi hujan di basah tubuh dewadaru.

maka luruh kau di dekapku. hapus itu kenang silam yang menghitam. berikan hatimu. untukku saja tapi. bahkan dengan angin aku enggan berbagi. sedang selembar jiwaku, semayam di sebalik raga indahmu. kemarilah, biar kuhapus sendu di sudut senyummu.

demi jejak-jejak nafas yang kau hela. demi debar degup jantung yang berdetak pada biru lintasan waktu. namaku dan namamu, satu huruf satu baris. lalu aku dan kamu luruh dalam lena. menyatu kita dalam semesta rindu.

jiwaku kamu. jiwamu aku.
semesta kita
: satu.

***

0 komentar:

Posting Komentar