Kamis, 20 Oktober 2011 - 0 komentar

semesta pagi


apa yang ingin disampaikan hujan kepada bumi. ketika pagi menulis puisi di ranting pilu. membawa basah di dahan haru. menjadi cerita yang tak pernah usai, enggan menemu titik. seperti rindu, sebagai rindu. pada setiap jejak sebutanmu.

padahal rindu telah mengendap begitu lama, telah fasih mengeja nama kita, seperti duka yang penuh warna ketika tiba-tiba kau memejam dan mengubah rindu jadi sebuah perangkap. sepertinya aku ingat tanganmu menjalarkan hangat dalam setiap genggaman ketika diam-diam kau mengukir sajak
: huruf demi huruf di atas telapak tanganku.

yang tergetar, tak terbiar. adalah musim yang mengikuti rengkuh fajar. adalah basah penghujan, adalah sekarat rindu-rindu dalam sakral doa-doa . menderas mantra detak keheningan waktu, dalam kediaman yang kita maafkan.

perangkap sunyi di rahim hening. seperti engkau, perempuan hujan di punggung senja. adalah sajak di telapak tanganmu. gurat takdir yang ditulis dengan belati. suratan rindu, leleh di tangkai kenangan. leleh di lengang jiwa. recik rinaimu, riuh.

kau tahu? jejak hujanmu tergenang sebentar lalu resap ke tanah. ayat-ayat rindu melingkup segenap hati. musim semi. mekar bunga-bunga. segala angkuh, luruh.

mendadak tercipta ceruk di tanah batu. dihantam hujam hujanmu. menatah nama kita di sana dengan ujung jemari. sepasang nama yang bersembunyi di lipatan malam. menghidupkan huruf-huruf mati pada kalimat rindu. adalah detak di nadi, sebutan hujan yang juga kita tafsirkan sebagai rindu. bait sepi yang kau panjatkan sebagai do'a di padang syair kesunyian.

ayat-ayat rindu seperti tersihir pada sesuatu yang hadir. lalu syair, menyair pada tabir-tabir. rasa- merasa- merindu pada bulan. engkau, lelaki sepi pemuja rindu. kerinduan ini, seperti sampan kecil yang menjelajahi lautan hujanku. 

"kenangan manis pada tiap lapis tabir gerimis.."

setiap kata adalah doa dari gerbang, tempat segala bermula. di surga, pada surga, pada doa-doa. melebur di udara.

rindu itu. leleh di putik embun. jatuh bergulir pada pagi yang kemayu. mengecupi musim, bilangan waktu yang diam-diam memberi cahaya. bintang - gemintang - merejang rindu yang tergadai. arung di lautan hujanmu, sesat menujumu.

"bunga mekar, pada tiap debar tercipta getar.."

setiap kata adalah abadi. tersimpan di udara, bersama sepi. pada hati, di sudutnya yang paling puisi. larut dalam sunyi

dan di sebalik jendela, gerimis menuliskan rindu yang terkurung dalam rintik titiknya. ada cuaca pagi, dan warna mentari yang perlahan mengurai dalam lengang udara.

ada yang berkisah di musim ini, sebagai embun di lentik jemari, seperti sisa-sisa malam yang tandas dalam keheningan puisi. 

namun musim terus berganti, tapi tidak rindu kita. lebur bersama udara yang kau hirup. menelikung waktu di sudut kelokan zaman. sebagai nafas pada pagi dan senjanya. berangsur beku, jadi batu. rindu itu. enggan bergeming walau terdesak ragu.

maka pada musim ini. kubiarkan cahaya pagi merengkuhmu. percik rindu sebagai do'a. sebagai bintang yang berpendar di wajahmu dalam keheningan puisi.

kita sebut musim ini sebagai pagi. tempat kilau senja ketika ia tiba terlalu awal. membawa remang, sepi dan semburat luka yang tabah, yang menghimpun semua musim dalam basah penghujan.

selalu ada pagi, saat sepi-sepi mengisi baris puisi. seperti senja, mengendap luka dalam setangkup doa.

ya. ini adalah pagi, ketika matahari mengusir duka. setelah embun menjawab segala do'a. gelam kelam, geram sepi musnah sudah. menyisa temaram di lengkung keningmu. senja. sebagai rindu. nyanyian pagi yang mengalun di semesta kita yang satu.

"katakanlahsemesta kita semesta rindu. tiada lain selain rindu. hingga segala luka di tangkup do'a biar pergi bersama angin sedang kita melupa musimsemesta kita: semesta pagi."

***

0 komentar:

Posting Komentar